Ketentuan Umum PPS Kebijakan I
Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak, baik Wajib Pajak badan maupun orang pribadi peserta Program Pengampunan Pajak / Tax Amnesty (TA) untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela.Melalui Program Pengungkapan Sukarela (PPS), Wajib Pajak di atas dapat mengikuti PPS Kebijakan I yang dimulai pada tanggal 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak dan diselenggarakan berdasarkan asas kesederhanaan, kepastian hukum, serta kemanfaatan.
Regulasi yang berlaku sebelum terbitnya UU HPP adalah jika Wajib Pajak peserta Program Pengampunan Pajak (baik orang pribadi atau badan) belum melaporkan seluruh harta dalam Surat Pernyataan Harta (SPH) dan ditemukan data/informasi oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), atas harta tersebut dianggap sebagai penghasilan dan dikenai PPh final 25% (Badan), 30% (orang pribadi), atau 12,5% (WP Tertentu) berdasarkan PP 36/2017 dari Harta Bersih Tambahan ditambah sanksi 200%.
Subjek dan Tarif
Pembayaran PPh final berdasarkan pengungkapan harta yang tidak atau belum sepenuhnya dilaporkan peserta TA
Peserta
Wajib Pajak orang pribadi dan badan peserta TA
Basis Pengungkapan
Harta bersih per 31 Desember 2015 yang belum diungkap pada saat TA
Tarif
- 11% untuk harta bersih deklarasi luar negeri
- 8% untuk harta bersih luar negeri repatriasi dan harta bersih dalam negeri
- 6% untuk harta bersih luar negeri repatriasi dan harta bersih dalam negeri, yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara/hilirisasi SDA/energi terbarukan
Manfaat
Wajib Pajak yang mengungkapkan harta bersih melalui PPS Kebijakan I tidak dikenai sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (3) UU Pengampunan Pajak. Selain itu terdapat perlindungan data bagi Wajib Pajak berupa data/informasi yang bersumber dari Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan PPS tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan,penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap Wajib Pajak.
Persyaratan
Wajib Pajak peserta Program Pengampunan Pajak dapat mengikuti PPS Kebijakan I dengan mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam SPH sepanjang DJP belum menemukan data dan/atau informasi mengenai harta tersebut.
Ketentuan mengenai harta bersih
Harta Bersih = Harta – Utang
Catatan :
- Harta merupakan harta yang diperoleh Wajib Pajak sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan tanggal 31 Desember 2015.
- Utang adalah jumlah pokok utang (tidak termasuk bunga) yang belum dibayar yang berkaitan langsung dengan perolehan harta sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
Bagi Wajib Pajak orang pribadi, nilai utang maksimal 50% dari nilai harta. Bagi Wajib Pajak badan, nilai utang maksimal 75% dari nilai harta.- Dalam hal harta/utang dalam bentuk valuta asing (valas) maka menggunakan kurs KMK pada tanggal akhir Tahun Pajak Terakhir
Nilai harta yang dijadikan pedoman untuk menghitung besarnya jumlah harta bersih ditentukan berdasarkan :
- Nilai nominal untuk kas atau setara kas
- Nilai Jual Objek Pajak untuk tanah dan/atau bangunan dan Nilai Jual Kendaraan Bermotor untuk kendaraan bermotor
- Nilai yang dipublikasikan oleh PT Aneka Tambang Tbk untuk emas dan perak
- Nilai yang dipublikasikan oleh PT Bursa Efek Indonesia untuk saham dan waran (warrant) yang diperjualbelikan di PT Bursa Efek Indonesia
- Nilai yang dipublikasikan oleh PT Penilai Harga Efek Indonesia untuk:
a) Surat Berharga Negara (SBN),
b) Efek bersifat utang dan/atau sukuk yang diterbitkan perusahaan.
Sesuai kondisi dan keadaan harta pada akhir tahun pajak terakhir (31 Desember 2015 atau menyesuaikan tahun buku yang digunakan).
Bila tidak ada nilai yang dapat dijadikan pedoman, maka nilai harta ditentukan berdasarkan nilai dari hasil penilaian Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).
Perhitungan
Pengenaan tarif PPh final bagi Wajib Pajak peserta Program Pengampunan Pajak yang mengikuti PPS Kebijakan I berlaku ketentuan sebagai berikut:
PPh Final = Tarif X Nilai Harta Bersih
Ketentuan Umum PPS Kebijakan II
Program Pengungkapan Sukarela (PPS) Wajib Pajak disusun untuk memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk mengungkapkan hartanya yang belum atau kurang diungkapkan dengan tujuan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak dan diselenggarakan berdasarkan asas kesederhanaan, kepastian hukum, serta kemanfaatan.
Program PPS Kebijakan II dilakukan dengan mengungkapkan harta bersih yang diperoleh sejak tahun 2016 s.d. 2020 yang masih dimiliki sampai dengan 31 Desember 2020 namun belum dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi Tahun Pajak 2020 baik yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) maupun di luar wilayah NKRI dengan cara menyampaikan Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH).
Subjek, Objek & Tarif
Pembayaran PPh final berdasarkan pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh orang pribadi Tahun Pajak 2020
Peserta :
Wajib Pajak orang pribadi
Tarif :
- 18% untuk harta bersih deklarasi luar negeri
- 14% untuk harta bersih luar negeri repatriasi dan harta bersih dalam negeri
- 12% untuk harta bersih luar negeri repatriasi dan harta bersih dalam negeri, yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara/hilirisasi SDA/energy terbarukan
Basis Pengungkapan :
Harta yang masih dimiliki pada tanggal 31 Desember 2020 yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2020 dan belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh orang pribadi Tahun Pajak 2020.
Manfaat
Wajib Pajak orang pribadi yang telah memperoleh Surat Keterangan karena mengikuti PPS Kebijakan II mendapatkan manfaat yaitu:
- Tidak diterbitkan ketetapan pajak atas kewajiban perpajakan untuk Tahun Pajak 2016, Tahun Pajak 2017, Tahun Pajak 2018, Tahun Pajak 2019, dan Tahun Pajak 2020, kecuali ditemukan data dan/atau informasi lain mengenai harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam SPPH; Kewajiban perpajakan dimaksud adalah Pajak Penghasilan orang pribadi, Pajak Penghasilan atas pemotongan dan/atau pemungutan, dan Pajak Pertambahan Nilai, kecuali atas pajak yang sudah dipotong atau dipungut tetapi tidak disetorkan.
- Terdapat perlindungan data bagi Wajib Pajak berupa data dan informasi yang bersumber dari SPPH dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/ atau penuntutan pidana terhadap Wajib Pajak
Persyaratan
Wajib Pajak orang pribadi yang mengikuti PPS Kebijakan II dapat mengungkapkan harta bersih yang :
a. Diperoleh sejak tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2020;
b. Masih dimiliki pada tanggal 31 Desember 2020; dan
c. Belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh orang pribadi Tahun Pajak 2020, kepada Direktur Jenderal Pajak.
Wajib Pajak orang pribadi yang dapat mengungkapkan harta bersih tersebut harus memenuhi ketentuan:
- Tidak sedang dilakukan pemeriksaan, untuk Tahun Pajak 2016, Tahun Pajak 2017, Tahun Pajak 2018, Tahun Pajak 2019, dan/atau Tahun Pajak 2020
Kondisi Wajib Pajak orang pribadi sedang dilakukan pemeriksaan yaitu apabila surat pemberitahuan pemeriksaan telah disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak - Tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, untuk Tahun Pajak 2016, Tahun Pajak 2017, Tahun Pajak 2018, Tahun Pajak 2019, dan/atau Tahun Pajak 2020
Kondisi Wajib Pajak orang pribadi sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan yaitu apabila surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan telah disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak - Tidak sedang dilakukan penyidikan atas tindak pidana di bidang perpajakan
Kondisi Wajib Pajak orang pribadi sedang dilakukan penyidikan atas tindak pidana di bidang perpajakan yaitu apabila mulainya penyidikan telah diberitahukan kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia - Tidak sedang berada dalam proses peradilan atas tindak pidana di bidang perpajakan
Kondisi Wajib Pajak orang pribadi sedang dalam proses peradilan atas tindak pidana di bidang perpajakan yaitu apabila perkara Wajib Pajak yang bersangkutan telah dilimpahkan oleh menuntut umum untuk disidangkan di pengadilan sampai dengan diucapkannya putusan oleh hakim - Tidak sedang menjalani hukuman pidanaatas tindak pidana di bidang perpajakan.
Wajib Pajak yang menyampaikan SPPH harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
b. membayar Pajak Penghasilan yang bersifat final
c. menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2020
Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi belum menyampaikan SPT Tahunan PPh orang pribadi Tahun Pajak 2020 sampai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 diundangkan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
- Wajib Pajak orang pribadi wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh orang pribadi Tahun Pajak 2020 yang mencerminkan harta yang telah dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh orang pribadi sebelum Tahun Pajak 2020 yang disampaikan sebelum Undang-Undang ini diundangkan ditambah harta yang bersumber dari penghasilan pada Tahun Pajak 2020; dan
- Harta bersih yang dimiliki selain tersebut diatas, harus diungkapkan dalam SPPH
Termasuk dalam ketentuan ini yakni bagi Wajib Pajak orang pribadi yang baru memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak pada tahun 2022 dan belum menyampaikan SPT Tahunan Pajak PPh orang pribadi Tahun Pajak 2020.
Untuk dapat menyampaikan SPPH, Wajib Pajak orang pribadi harus terlebih dahulu menyampaikan SPT Tahunan PPh orang pribadi Tahun Pajak 2020 dengan harta yang bersumber dari penghasilan pada Tahun Pajak 2020. Selanjutnya, harta bersih yang dimiliki selain yang dicantumkan dalam SPT Tahunan PPh orang pribadi Tahun Pajak 2020 harus diungkapkan dalam SPPH.
Pembetulan atas SPT Tahunan PPh orang pribadi Tahun Pajak 2016, Tahun Pajak 2017, Tahun Pajak 2018, Tahun Pajak 2019, dan/atau Tahun Pajak 2020 yang disampaikan setelah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 diundangkan, yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang menyampaikan surat pemberitahuan pengungkapan harta, dianggap tidak disampaikan.
d. Mencabut permohonan:
- Pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
- Pengurangan atau penghapusan sanksi administratif;
- Pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
- Pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar;
- Keberatan;
- Pembetulan;
- Banding;
- Gugatan; dan/atau
- Peninjauan kembali, dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan permohonan tersebut dan belum diterbitkan surat keputusan atau putusan.
Ketentuan mencabut permohonan tersebut meliputi permohonan yang berkaitan dengan Pajak Penghasilan, pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan,dan Pajak Pertambahan Nilai atas orang pribadi yang bersangkutan untuk Tahun Pajak 2016, Tahun Pajak 2017, Tahun Pajak 2018, Tahun Pajak 2019, dan/atau Tahun Pajak 2020.
Ketentuan mengenai harta bersih
Wajib Pajak orang pribadi dapat mengikuti PPS Kebijakan II dengan mengungkapkan harta bersih yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 2016 s.d. 31 Desember 2020,yang masih dimiliki pada tanggal 31 Desember 2020, dan belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh orang pribadi Tahun Pajak 2020.
Harta Bersih = Harta – Utang
Catatan :
- Harta merupakan harta yang diperoleh Wajib Pajak sejak tanggal 1 Januari 2016
sampai dengan tanggal 31 Desember 2020.- Utang merupakan pokok utang terkait harta yang diungkapkan, tidak termasuk bunga
- Dalam hal harta/utang dalam bentuk valas maka menggunakan kurs pada tanggal 31 Desember 2020 sesuai Keputusan Menteri Nomor 56/KM.10/2020
Nilai harta yang dijadikan pedoman untuk menghitung besarnya jumlah harta bersih ditentukan berdasarkan :
- Nilai nominal untuk kas atau setara kas
- Harga perolehan untuk harta selain kas atau setara kas
Dalam hal harga perolehan tersebut tidak diketahui, Wajib Pajak dapat menggunakan nilai wajar yang menggambarkan kondisi dan keadaan pada tanggal 31 Desember 2020 dari aset yang sejenis atau setara berdasarkan penilaian Wajib Pajak.
Penghitungan
Pengenaan tarif PPh final bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang mengikuti PPS Kebija-
kan II berlaku ketentuan sebagai berikut :
PPh Final = Tarif X Nilai Harta Bersih
Sumber : pajak.go.id
Demikian Semoga bermanfaat